Tampilkan postingan dengan label Suara BNN. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Suara BNN. Tampilkan semua postingan

Minggu, 07 Desember 2014

Aparatur Sipil Negara Harus Siaga Terhadap Sindikat Narkoba

Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Komjen Pol. DR. Anang Iskandar danMenteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi
Jakarta, Metropol - Sindikat narkoba tidak pandang bulu siapa sasarannya. Siapapun bisa terkena bujuk rayunya. Termasuk kalangan Pegawai Negeri Sipil atau yang kini dikenal dengan Aparatur Sipil Negara. Karena itulah, kewaspadaan dan peran serta maksimal dalam penanganan masalah narkoba mutlak diperlukan.

Fakta sudah berbicara. Sejumlah kasus narkoba yang melibatkan ASN kerap mencuat di berbagai media. Baru-baru ini, sepuluh orang PNS dan seorang Pendidik kedapatan pesta narkoba. Hal tersebut jika tidak serius ditangani, masalah ini akan berpotensi menjadi duri dalam dinamika penyelenggaraan negara.

Menanggapi kasus narkoba yang kian meresahkan dan mengkhawatirkan, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB), Yuddy Chrisnandi mengambil langkah cepat untuk memproteksi para pegawai ASN agar terhindar dari penyalahgunaan narkoba. 

Sebagai upaya nyata, Menpan-RB  menguatkan sinerginya melalui penandatanganan nota kesepahaman antara Menpan dan RB, Yuddy Chrisnandi dengan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Anang Iskandar di Jakarta, Jumat (21/11) dalam upaya bersama membangun aparatur negara yang memiliki integritas dan bebas dari narkoba. 

Dalam uraian nota kesepahaman yang ditandatangani oleh kedua pihak, beberapa langkah konkret akan segera dieksekusi. Salah satu agenda yang paling menonjol. Seluruh pejabat ASN dan calon pegawai ASN di seluruh Indonesia akan menjalani tes uji narkoba (tes urine-red). Hal ini sebagai deteksi dini dari tindakan penyalahgunaan narkoba di kalangan aparat pemerintahan. 

Upaya keras yang akan dilakukan ke depan memang bukan tanpa alasan. Penyelenggaraan layanan terhadap masyarakat akan ditentukan oleh mentalitas dan kredibilitas aparat pemerintahan. Jika narkoba telah meracuni ASN, tentu akan memberikan dampak yang negatif terhadap kinerja ASN dan otomatis akan melemahkan sektor pelayanan masyarakat. 

Dalam konteks penyelenggaraan reformasi birokrasi, Menpan-RB akan memberikan dukungan penuh pada BNN dalam rangka peningkatan penyelenggaraaan pelayanan publik dalam bidang Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN). Sehingga BNN menjadi salah satu barometer lembaga publik yang mampu menyelesaikan masalah sosial sekaligus sebagai ikon penggerak revolusi mental bagi bangsa Indonesia. 

Melalui fungsi penegakan hukum, pencegahan, dan rehabilitasi yang selama ini menjadi brand kuat di mata masyarakat.  BNN diharapkan akan semakin maksimal dalam memberikan pelayanan pada masyarakat sehingga tidak ada lagi keluhan, keraguan, kekecewaan dan tidak ada yang merasa dirugikan. (Deni M/HumasBNN)

Sabtu, 06 Desember 2014

BNNK Kuningan Beri Penyuluhan Kepada Narapidana

Kantor BNNK Kuningan
Tangerang, Metropol - Menyikapi permasalahan narkoba yang semakin mengikis sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, pada hari rabu 26 November 2014 BNN Kabupaten Kuningan kembali melakukan tindakan preventif. Tindakan tersebut berupa memberikan penyuluhan kepada ratusan nara pidana yang sedang menjadi masa hukuman di Lembaga Pemasyarakatan jalan Siliwangi Kuningan. 

Penyuluhan ini merupakan tindak lanjut dari kesepakatan bersama antara Badan Narkotika Nasional (BNN) Kuningan dengan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas II A, Kuningan. Setelah sebelumnya pernah melakukan penandatangan nota kesepahaman terkait Pelaksanaan Pendampingan Pascarehabilitasi Penyalahgunaan Narkotika bagi Narapidana pada juli 2013 dan tes urine beberapa bulan lalu untuk memastikan kondisi napi bebas dari narkoba.

Kepala Lapas Supeno Djoko Bintoro Bc.IP, S.H., M.H mengatakan, “kami menyambut baik terhadap apresiasi BNN untuk menyuluh narapidana dilapas Kuningan. Penyuluhan ini sekaligus sebagai peringatan Hari Aids sedunia pada tanggal 11 November lalu. Harapan kami atas terselenggarakannya penyuluhan ini semoga napi bisa mengerti dampak buruk akibat penyalahgunaan narkoba baik didalam maupun diluar lapas,” ujarnya.

Harapan senada juga terlontar dari Kepala BNNK Kuningan Guruh Irawan Zulkarnaen, S.STP, M.Si bahwa BNN sengaja berkolaborasi dengan seluruh elemen masyarakat untuk menanggulangi bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. 

Guruh mengatakan, “lapas merupakan salah satu tempat yang rentan dan rawan narkoba. Tidak hanya peredaran dan penyalahgunaan saja, tapi tidak jarang juga menjadi tempat produksi barang-barang haram ini. ”Oleh sebab itulah Guruh meminta kerjasama seluruh petugas lapas ketat dalam hal pengawasan dan pembinaan agar kejadian tersebut dapat diminimalisir.

Saat ini jumlah warga binaan dalam lapas Kuningan berjumlah 216 orang dimana 168 diantaranya merupakan napi dan tahanan atas dakwaan UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Data diatas mengindikasikan bahwa jumlah penghuni lapas mayoritas didominasi oleh kejahatan narkoba. 

Kebanyakan dari mereka masuk penjara karena menjadi pengedar, perantara, maupun bandar narkoba. Tidak sedikit pula dari mereka adalah pecandu yang terpaksa menjadi pengedar untuk memenuhi kebutuhan sakawnya, karena tidak mampu membeli dengan uang pribadinya sendiri. (MP/HumasBNN)

Tiga Ratus Warga Komplek Permata Dites Urin

Jakarta, Metropol - Badan Narkotika Nasional (BNN) melakukan tes urin terhadap sekitar 300 warga, baik dewasa maupun anak-anak di lingkungan Komplek Permata, Jakarta Barat, Kamis (27/11). Tes urin ini merupakan kali pertama dilakukan di wilayah yang terkenal sebagai sarang narkoba.

Menurut Deputi Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Bachtiar Hasanudin Tambunan SH, MH. mengatakan, "sejak BNN masuk ke wilayah kampung permata pada tahun 2010, ini pertama kalinya kita melakukan tes urin kepada warga Komplek Permata".

Kegiatan tes urin ini bermaksud untuk mengevaluasi upaya BNN dalam menangani masalah peredaran dan penyalahgunaan narkoba di lingkungan Komplek Permata, yang sudah berlangsung dari tahun 2010 hingga sekarang. "Jika ada warga yang hasil urinnya positif masih menggunakan narkoba, akan segera di rehabilitasi," ucap Bachtiar.  

Karena menurutnya, upaya ini merupakan pilihan yang humanis bagi mereka yang menyalahgunakan, terlebih kecanduan narkoba. Walaupun begitu, menurut Bachtiar, sebelum dilakukannya tes urin ini, bagi mereka yang telah kecanduan narkoba sudah ada kesadaran untuk rehabilitasi. 

Sejak BNN mendirikan pelayanan kesehatan, yang didalamnya juga di fungsikan sebagai tempat rehabilitasi pada bulan Juli tahun 2013. Sudah ada sekitar 63 orang yang di detox dan 163 yang melakukan rawat jalan. Hal tersebut di apresiasi oleh Bachtiar. Karena menurutnya tidak banyak yang ingin direhabilitasi atas kemauannya sendiri.

Kedepan, pada tahun 2015, BNN akan tetap melakukan kegiatan-kegiatan pelatihan seperti yang sudah dilakukan sebelumnya. "Agar mereka lebih produktif, maka BNN pada tahun 2015 berencana akan tetap memberikan pelatihan-pelatihan keterampilan supaya mereka dapat bekerja nanti", menurut Bachtiar.

Kesempatan yang sama, BNN juga  memberikan rompi anti narkoba, kepada sejumlah tukang ojek di wilayah Komplek Permata. “Penyematan rompi anti narkoba kepada sejumlah tukang ojek ini, diharapakan mereka juga dapat berperan aktif dalam penanganan peredaran dan penyalahgunaan narkoba di lingku,” ujarnya. (Hariyanto K)

Jumat, 21 November 2014

Beda Pandang BNN Datangi Bareskrim

Kepala BNN RI, DR Anang Iskandar, SH, MH
Jakarta, Metropol - Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Bareskrim Polri mencari jalan keluar soal adanya beda pandang dalam mekanisme rehabilitasi bagi pengguna atau penyalahguna narkoba.

Kepala BNN Komjen Anang Iskandar bertemu dengan Kabareskrim Komjen Suhardi Alius dan Direktur IV Narkoba Brigjen Anjan Pramuka, dalam rapat tertutup yang digelar di Bareskrim Polri Kamis (13/11).

"Kita diskusikan secara teknis tentang Peraturan Bersama (Perber), ke depannya bagaimana penyelesaiannya seperti apa. Penyalahguna narkoba murni itu tetap kriminal, tapi dijamin UU mereka harus direhabilitasi," kata Anang.

Jenderal bintang tiga ini menambahkan jika mandat pengguna narkoba murni harus direhabilitasi itu tercantum dalam Pasal 4 UU 35 Tahun 2009 huruf d.

Pasal itu tertulis,"menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalahguna dan pecandu narkotika."

"Bagi BNN sebagaimana mandat UU tersebut maka jika ada seseorang yang ditangkap dan ada indikasi pengguna maka akan dimintakan assesment oleh penyidik. Proses ini maksimal 6 hari," sambungnya.

Assesment itu akan dilakukan oleh sejumlah pihak. Psikiater, psikolog, medik, polisi, BNN, dan Jaksa. Jika hasil assesment terbukti dia pengguna murni maka tidak memenuhi syarat untuk dilakukan penahahanan dan akan ditempatkan di rehabilitasi.

"Tapi kendati direhabilitasi dan tidak ditahan, yang bersangkutan tetap dibawa ke pengadilan. Jadi tetap diberkas dan dituntut dan diadili. Nanti pun tergantung putusan hakim apakah direhabilitasi ataukah diputuskan lain. Itu inti dari Perber," sambung mantan Kadiv Humas Polri ini.

Disinilah letak perbedaan pandang dengan polisi dimana menurut polisi pengguna narkoba sekalipun bisa ditahan saat masih penyidikan. Soal rehabilitasi atau tidak menunggu keputusan pengadilan.

Yang bisa di assesment, tambah Anang, adalah mereka yang kedapatan membawa ekstasi dibawa 8 butir, sabu dibawa 1 gram, dan ganja dibawa 5 gram.

"Tapi benar ini proyek mercusuar BNN untuk menyelamatkan pengguna narkoba. Ini satu-satunya jalan pemberantasan narkoba. Kini kita sudah ketemu dan moga akan ada titik temu, setelah ini akan ada pertemuan lanjutan," sambungnya.

Seperti diberitakan, saat ini ada Perber yang telah ditandatangani Polri dengan sejumlah pihak termasuk BNN bahwa pengguna narkoba akan langsung direhabilitasi begitu lolos assesment.

Proses assesment ini sedianya berlaku sejak 16 Agustus 2014 lalu di 16 kota sebagai pilot project. Tapi belakangan Polri tidak setuju karena jika langsung di rehabilitasi maka ini tidak memberi efek jera padahal pengguna narkoba mewabah dimana-mana.

Untuk itu, jalan yang ditempuh Polri saat ini, adalah tetap memroses hukum para pengguna tapi tidak menghilangkan hak mereka untuk memohon rehabilitasi.

Sebelumnya Kabareskrim Komjen Suhardi Alius juga menyatakan pihaknya kesulitan menerapkan Perber tersebut karena sejumlah alasan.

Salah satunya kekhawatiran ini akan digunakan celah bagi para bandar narkoba untuk menyiasati supaya lolos dari hukuman.

Penerapan Perber itu rencananya akan dilaksanakan di 16 kota yang akan menjadi pilot project, yaitu Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Bogor, Tangerang Selatan, Semarang, Surabaya, Makassar, Maros, Samarinda, Balikpapan, Padang, Sleman, Pontianak, Banjar Baru, Mataram, dan Kepulauan Riau.

Menurut data BNN ada 4 juta penyalahguna narkoba dalam waktu 10 tahun. Sementara baru 18.000 pengguna yang direhabilitasi. 16.000 pengguna ditangani oleh pusat rehabilitasi milik swasta, sedangkan, sisanya, ditangani BNN dan pemerintah.(Deni M/HumasBNN)

BNN Barometer Revolusi Mental

Kepala BNN, Komjen Pol DR Anang Iskandar bersama 
Menteri PAN dan Reformasi Birokrasi, Yuddy Chrisnandi (tengah) 
berfoto bersama saat berkunjung di BNN
Jakarta, Metropol - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Yuddy Chrisnandi menyebut BNN sebagai salah satu instansi baromenter gerakan revolusi mental dan menjadi lembaga kredibel yang menyelesaikan persoalan sosial. 

Salah satu indikator revolusi mental yang tampak jelas ditunjukkan BNN dalam bentuk  implementasi pembinaan kepada para pengguna narkoba. Artinya, penanganan kasus yang dilakukan BNN tidak hanya dalam konteks penegakan hukum terhadap penjahat narkoba, akan tetapi ada langkah pembinaan pada para penyalah guna narkoba. 

Yuddi setuju dengan pola penanganan BNN terhadap penyalah guna narkoba melalui rehabilitasi. “Seperti dikatakan Kepala BNN, angka penyalah guna narkoba sudah menyentuh angka 4,2 juta jiwa, dan ini setara dengan penduduk Singapura,” imbuh Menpan saat melakukan pertemuan tertutup dengan Kepala BNN, di Cawang, Selasa (4/11). 

Sebagai instansi yang melakukan pelayanan kepada publik, BNN dituntut untuk bekerja lebih profesional agar bisa melayani kebutuhan masyarakat, sehingga ke depannya tidak ada keluhan dari masyarakat yang merasa dirugikan. 

Dalam konteks rehabilitasi, Menpan berpesan agar BNN semakin serius menggarap rehabilitasi sehingga benar-benar dapat membina para pengguna sehingga ketika telah menyelesaikan program, mereka dapat kembali produktif di tengah masyarakat. 

“Jika BNN benar-benar serius, maka BNN akan jadi salah satu ujung tombak yang dapat melakukan kampanye nasional revolusi mental untuk generasi muda,” ujar menteri yang gemar olahraga ini. 
Sebelum, mengakhiri pembicaraannya, Yuddi menilai pentingnya masing-masing pihak untuk bekerja lintas sektoral, dan menghilangkan ego sektoral, sehingga dengan sinergitas yang dijalin dengan maksimal akan mendukung pembangunan nasional. 

Sementara itu, Kepala BNN, DR Anang Iskandar mengatakan pelayanan BNN terhadap masyarakat dalam konteks rehabilitasi telah menjadi langkah yang sangat penting. 

“Rehabilitasi dilakukan agar penggunanya pulih sehingga mereka bisa kembali reintegrasi dan kembali produktif sehingga mereka tidak akan menjadi beban negara dan keluarga,” pungkas Anang. 
(Deni M/HumasBNN)

BNN Provinsi Banten Mengungkap Jaringan Tindak Pidana Narkotika Asal Malaysia

Serang. Metropol - Prestasi Badan Narkotika Nasional (BNN) provinsi Banten dalam pengungkapan jaringan Tindak Pidana Narkotika asal Malaysia pada bulan September lalu adalah pembuktian kinerjanya terhadap pemberantasan kejahatan narkotika. Hebatnya, jaringan ini dikendalikan oleh dua narapidana yang menghuni Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Pemuda Kelas I Tangerang.

Menurut Kabid Pemberantasan BNNP Banten saat dihubungi by phone baru-baru ini. “Jaringan ini dikendalikan oleh Diki dan Aheng. Mereka adalah warga negara (WN) Malaysia dan statusnya masih narapidana Lapas Kelas 1 Tangerang,” ungkap AKBP H. Akhmad F. Hidayanto MM.  

Pengungkapan kasus ini penyelidikannya dilakukan hampir satu bulan, dengan memantau kegiatan Target Operasi (TO) yang bernama TB Adithya Leo P. selaku karyawan di sebuah perusahaan swasta di Jakarta dapat membawa hasil kepada penangkapannya. Karena saat itu telah ditemukan Narkotika golongan 1 jenis sabu seberat 95,795 gram di mobil Toyota Avanza Hitam Nopol B 1514 BQV yang dikendarai oleh TB Adhitya. 

Pada awalnya dihadapan penyidik tersangka TB Adhitya menyangkal bahwa Sabu 1 ons itu miliknya, namun atas keahlian penyidik BNNP Banten akhirnya tersangka mengaku, dia hanya orang suruhan narapidana empat tahun penjara di lapas kelas 1 Tangerang yang bernama Diki. Diki memerintahkan tersangka TB Adhitya untuk mengambil Sabu seberat 1 Ons di sebuah Mall Season City di Jakarta Barat.

Dari hasil penelusuran BNN Provinsi Banten, Diki mengendalikan peredaran Sabu itu bersama Aheng. Sabu tersebut berasal dari AC (WN Malaysia) yang beredar di luar Lapas. AC mendapatkan Sabu tersebut dari seorang WN Malaysia yang diduga sebagai pemilik barang tersebut. “Pemilik barang tersebut merupakan jaringan Internasional. Diki atau sering dikenal dengan nama Zikrullah mengenal Aheng, karena sama-sama di dalam Lapas. Aheng terpidana sembilan tahun penjara karena kasus penyelundupan Sabu. Dia ditangkap di bandara Soekarno – Hata,” kata AKBP H. Akhmad F. Hidayanto, MM.

Shabu itu disinyalir akan diedarkan di kabupaten dan kota Serang, Kota Cilegon dan Kabupaten Pandeglang. “TB Adhitya,  Diki dan Aheng terancam pidana maksimal seumur hidup lantaran dikenakan pasal 114 ayat (2) Jo. Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika,” jelas Kabid Pemberantasan BNNP Banten. (Dicky Abiasa)

Minggu, 09 November 2014

BNNP Sulsel Membentuk dan Melatih Kader Anti Narkoba di Lingkungan Gerakan Pramuka

Sulsel, Metropol - Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Sulawesi Selatan bersama dengan Gerakan Pramuka Kwarda Sulsel melakukan kegiatan pembentukan dan pelatihan kader anti narkoba yang berlangsung di Hotel Celebes Indah Jalan Gunung Latimojong Makassar yang diikuti sebanyak 35 orang dari siswa berbagai perwakilan Gerakan Pramuka yang ada di Sulsel pada hari Senin 27 Oktober 2014. Kegiatan Pengkaderan ini berlangsung selama 2 hari. 

Sebelum acara Pengkaderan ini dimulai, Kepala BNN Provinsi Sulsel Kombes Pol Drs. Richard M. Nainggolan, MM, MBA melakukan Pelantikan dan pengambilan sumpah jabatan pejabat Struktural Eselon IV BNN Prov. Sulsel yang dilakukan di Aula Hotel Celebes Indah Makassar Lantai II Jam 10.00 Wita. Pejabat yang dilantik itu (Ishak Iskandar, SKM, M.Kes) yang jabatan lama sebagai Penyuluh di BNNP Sulsel diangkat menjadi Kepala Seksi Diseminasi BNNP Sulsel dan dari BNNK Palopo (St.Aisyah Husain, SKM) jabatan lama sebagai Penyuluh di BNNK Palopo diangkat menjadi Kepala Seksi Pemberdayaan Masyarakat BNNK Palopo.

Kombes Pol Drs. Richard M. Nainggolan, MM, MBA mengatakan, “output para kader ini diharapkan nanti dalam pelaksanaan pembentukan dan pelatihan kader anti narkoba ini. Antara lain komitmen kepedulian terhadap permasalahan penyalahgunaan narkoba.

Mempunyai pengetahuan tentang narkoba dan permasalahannya, Mempunyai keterampilan dalam berkomunikasi dan bekerjasama dengan pihak-pihak terkait dalam melaksanakan kegiatan, Mempunyai kemampuan untuk memotivasi dan menggerakkan pencegahan penyalahgunaan narkoba.

Dalam rangka mencapai target luaran tersebut, maka BNN Provinsi Sulawesi Selatan memberikan pelatihan dalam rangka menciptakan tenaga yang terampil untuk dapat melaksanakan upaya Pencegahan Pemberantasan dan Peredaran Gelap Narkoba P4GN dan Mampu mendeteksi penyalahguna narkoba,” ujar Kepala BNN Provinsi Sulsel. (MP)

Minggu, 02 November 2014

Pecandu Narkoba Harus Ditangani Secara Humanis

Jakarta, Metropol - Politik hukum negeri ini menyatakan dengan jelas, bahwa penyalah guna narkoba idealnya ditangani dengan cara rehabilitasi. Meski demikian, dalam praktek hukumnya, masih banyak benturan dan kendala sehingga penyalah guna narkotika masih ada yang bermuara di balik jeruji besi.

Menanggapi hal ini, Kepala BNN, DR Anang Iskandar mengungkapkan, toleransi dari penegak hukum menjadi kunci penting dalam penanganan penyalah guna narkoba yang ideal sesuai dengan amanat UU No. 35/2009 dan  Peraturan Bersama. Dan harus ditangani secara humanis agar kondisinya tidak lebih parah dan liar.

Bentuk toleransi ini bisa diwujudkan dengan komitmen penegak hukum, terutama penyidik dalam menjalankan amanah Perber, yaitu asesmen terpadu terhadap penyalah guna narkotika. Dalam hal ini, penyidik memintakan asesmen kepada tim asesmen terpadu untuk penyalah guna narkotika yang baru ditangkap.

Selain itu, langka pelayanan kesehatan dan penanganannya perlu diberikan perhatian agar pihak pecandu dapat disembuhkan karena dasar itu sebagai jaminan pengaturan bagi rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalagunaan narkotika.

“Langkah ini penting untuk ditempuh agar bisa membuktikan si penyalah guna narkoba ini  hanya penyalah guna murni atau penyalah guna yang merangkap pengedar dan bandar. Selain itu, melalui asesmen terpadu inilah kadar ketergantungan orang tersebut dapat diukur,” ungkap Kepala BNN, saat menghadiri Focus Group Discussion yang digelar Kelompok Ahli BNN dengan tajuk “Politik Hukum VS Praktek Hukum Dalam Menangani Permasalahan Narkoba di Indonesia”, di Gedung Pasca Sarjana UI, Jumat (31/10/2014).

Dalam konteks penghukuman, pada dasarnya bisa saja para penyalah guna narkotika ini pada akhirnya mendekam di penjara, mengingat UU 35/2009 menganut double track system pemidanaan.  Namun dengan toleransi yang ada, dari mulai proses penyidikan, penuntutan hingga pengadilan, semua penegak hukum memiliki persepsi yang sama dan reorientasi kemanusiaan sehingga pada akhirnya sang penyalah guna berakhir di pusat rehabilitasi. “Faktanya, penjara tidak memberikan efek jera dan tidak menyelesaikan masalah, sedangkan rehabilitasi bisa kembali memberikan secercah cahaya bagi mereka (para penyalah guna-red) untuk kembali pulih dan menata hidupnya,” jelas Anang.

Terkait rehabilitasi, Prof. Surya Jaya, Hakim Agung MA sangat setuju menjadi pilihan yang lebih baik untuk para penyalah guna narkotika murni ketimbang pemenjaraan. Bahkan ia berpendapat agar rehabilitasi ini bukan hanya diberikan pada pecandu yang sudah parah, tapi juga penyalah guna yang baru coba-coba.

Agar politik hukum UU 35/2009 ini jelas berorientasi pada penyelamatan penyalah guna narkoba, Surya juga menyarankan agar dalam pasal 127 tidak lagi memuat ancaman maksimal hukuman pidana penjara empat tahun, tapi cukup satu tahun untuk hukuman rehabilitasi. 

Sedangkan Wisnu Subroto memaparkan menyetujui penyalagunaan narkotika perlu rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Karena mereka juga korban atau bisa disebut diperdaya, ditipu, dipaksa atau diancam. Rehabilitasi kata Wisnu suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu. “Baik fisik maupun sosial, agar nanti dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan bermasyarakat,“ ungkap Wisnu Subroto, Kelompok Ahli BNN Bidang Hukum dan Perundang-undangan. (Deni M)

Senin, 20 Oktober 2014

BNN Mencanangkan Tahun 2014 Sebagai Penyelamatan Pengguna Narkoba

Kepala BNN RI Dr Anang Iskandar SH, MH
pada Focus Group Discussion (FGD)
Tentang Dekriminalisasi dan Depenalisasi Bagi Pecandu
atau Penyalahguna Narkoba
di Gedung 3 Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM)
Yogyakarta, Metropol - Dari tahun ke tahun, prevalensi pengguna narkotika di Indonesia meningkat. Kini jumlahnya sudah mencapai 2,23 persen atau sekitar 4,2 juta orang. Untuk mengantisipasi dan menekan jumlah pengguna narkoba, Badan Narkotika Nasional (BNN) RI mencanangkan 2014 sebagai tahun penyelamatan pengguna narkoba.

Demikian disampaikan Kepala BNN RI Dr Anang Iskandar SH MH pada Focus Group Discussion (FGD) Tentang Dekriminalisasi dan Depenalisasi Bagi Pecandu atau Penyalahguna Narkoba di Gedung 3 Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM). Saat ini, lanjut Anang, BNN sedang gencar-gencarnya mensosialisasikan kebijakan dekriminalisasi dan depenalisasi.

"Menurut Undang-undang Narkotika No 35 tahun 2009, dekriminalisasi diartikan, membawa, memiliki, menguasai, menggunakan narkotika dengan jumlah tertentu untuk diri sendiri merupakan perbuatan melanggar hukum pidana. Tetapi tidak dijatuhi sanksi pidana penjara melainkan sanksi untuk melaksanakan rehabilitasi. Jadi, dekriminalisasi itu pilihan," terangnya.

Dikatakan, dekriminalisasi menurut UU Narkotika ialah memberikan kewenangan kepada hakim untuk memilih memutuskan hukuman penjara atau menetapkan tindakan rehabilitasi. Karena bentuknya pilihan, BNN mendorong kepada hakim untuk memilih hukuman rehabilitasi bagi pengguna narkoba. (MP)

Pilot Project Rehabilitasi Dalam Proses Hukum

Kepala BNNK Jakarta Timur Supardi SH., MH berfoto bersama
Jakarta, Metropol - Kepala BNNK Jakarta Timur Supardi SH. MH dalam acara konpers di kantor BNNK Jakarta Timur yang dihadiri Wakasat Narkoba Polres Jakarta Timur Kompol Edi Hermawan, Kbo Sat Narkoba Iptu Lina Yuliana, Staf Humas BNN Budi, Fernando, Yan Fauzi, Psikolog Elty Sukesih, Tim Dokter BNN Dr. Yosi Eka Putri dan beberapa wartawan yang hadir mengatakan, secara spesifik penempatan rehabilitasi bagi pecandu dan korban penyalahgunaan Narkotika yang sedang dalam proses hukum diatur dalam Pasal 13 ayat (4) Penempatan dalam lembaga rehabilitasi medis dan/atau rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan kewenangan penyidik, penuntut umum, atau  hakim sesuai dengan tingkat pemeriksaan setelah mendapat rekomendasi dari  Tim  Dokter sampai dengan ayat (6) PP No. 25 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika, Permenkes No. 2415 Tahun 2011 tentang Rehabilitasi Medis Pecandu, Penyalahguna, dan Korban Penyalahgunaan Narkotika, PP No. 1305 Tahun 2011 tentang Institusi Penerima wajib lapor.

Ketentuan Peraturan perundang-undangan di atas telah mengamanatkan untuk memperlakukan para pecandu dan korban penyalahgunaan Narkotika secara humanis. Namun dalam penanganan pecandu dan korban penyalahgunaan Narkotika yang telah memasuki ranah hukum masih perlu dilakukan secara lebih cermat dan teliti dengan proses ases menlebih dulu dalam menentukan layak tidaknya pecandu dan korban penyalahgunaan Narkotika  yang telah ditetapkan sebagai tersangka dan/atau terdakwa untuk ditempatkan kedalam lembaga rehabilitasi medis dan/atau sosial.

Bila kita melihat kedalam Peraturan Bersama dengan beberapa Kementerian dan lembaga terkait bagi narapidana yang termasuk dalam kategori pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika, dan bukan pengedar, bandar atau kurir sebagaimana yang tertuang dalam pasal 7 peraturan bersama tetapi terlebih dahulu dilakukan assemen sebagai penilaian awal dalam melaksanakan perawatan dan rehabilitasi bagi penyalahgunaan narkotika. 

Dalam Asesmen tersebut dapat dilakukan masing-masing ditetapkan oleh pimpinan instansi terkait seperti Badan Narkotika Nasional Provinsi dan Badan Narkotika Nasional Kota guna untuk dilakukan assesmen terpadu  yang terdiri dari berbagai instansi dengan maksud untuk mengetahui tentang riwayat kesehatan, riwayat penggunaan Narkotika, riwayat pengobatan dan perawatan, riwayat keterlibatan pada tindak kriminal, riwayat psikiatris,  serta riwayat keluarga sosial Pecandu Narkotika.

Tim Asesmen Terpadu, yang tercantum dalam pasal 8 ayat (2) Tim AssesmenTerpadu yang dimaksud dalam ayat (1) diusulkan masing-masing pimpinan instansi terkait tingkat Nasional, Provinsi dan Kab/Kota dan ditetapkan oleh Kepala Badan Narkotika Nasional, Badan Narkotika Nasional Provinsi, Badan Narkotika Nasional Kab/Kota. Ayat (3) Tim AsesmenTerpadu terdiri dari : A. Tim Dokter yang meliputi Dokter dan Psikolog,  B. Tim Hukum terdiri dari unsur Polri, BNN,  Kejaksaan dan Kemenkumham. (Deni. M)

BNN Kota Batu Adakan Talkshow

Dalam rangka HUT TNI ke 69, BNN Kota Batu adakan Talk show
Pelaksanaan P4GN
Batu, Metropol - Dalam rangka HUT TNI ke 69, BNN Kota Batu bekerjasama dengan  Pusdik Arhanud, Lemjiantek, dan Dohar Sista Arhanud  adakan Talk show  pelaksanaan P4GN di lingkungan kerjanya, Selasa (30 September 2014).

Kegiatan yang berlangsung di kstarian Arhanud Kota Batu tersebut,  dihadiri 5 orang nara sumber yaitu Dan Pusdik Arhanud Kol. Arh. Toto Nugroho, Sip, Kalemjiantek Kol. Czi. Gunawan Pakki, Sip, ST, MT, Dandohar Sista Arhanud Let. Kol. Arh. Fatkhurahman, Sip, Kepala BNN Kota Batu AKBP Drs. Hari Triyogo S.St,Mk dan Wakil Ketua I DPRD Kota Batu H. Danang Wahyono.

AKP  Edi H. K., Kasi Pencegahan BNN Kota Batu menyampaikan, "talk show berdurasi 1 jam itu sebuah penyampaian informasi kepada masyarakat dan  mengacu pada  UU No 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Inpres No 12 tahun 2011 tentang kebijakan Startegi Nasional (Jakstranas), Pencegahan, Pemberantasan, penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika (P4GN). Maka seluruh Pimpinan TNI yang berada di kota Batu sangat peduli akan perlunya  gerakan bersama,  memerangi bahaya narkoba, serta melakukan langkah preventif untuk membentengi diri.

Kebijakan pimpinan TNI dimulai pada lingkup kerja masing masing merupakan dasar  Komitmen untuk menjadi TNI sebagai patriot sejati, profesional dan dicintai masyarakat. Selanjutnya diharapkan adanya Informasi yang benar mengenai bahaya narkoba akan berpengaruh pada sikap dan perilaku yang baik, bertanggungjawab tanpa  narkoba. Sehingga  tahun 2015 Indonesia bebas Narkoba akan terwujud.

Sebelum mengadakan Talk Show, BNN Kota Batu bersama  Pusdik Arhanud, Lemjiantek serta Dandohar Sista juga telah melakukan beberapa upaya  pencegahan Narkoba dengan mengadakan  sosialisasi, advokasi dilanjutkan Test urine yang berlangsung beberapa kali pada 2013 hingga 2014.

Dohar Sista sudah dilakukan 2 kali, lemjiantek 3 kali dan Arhanud 1 Kali. “Dengan jumlah prajurit sekitar 1000 orang,” papar  Edi. (Yud/Ren)

Selasa, 07 Oktober 2014

Rehabilitasi Untuk Penyalahguna Narkoba

Malang, Metropol - Banyak pihak yang mempertanyakan pidana rehabilitasi dianggap ringan untuk penyalahguna narkoba. Namun pada faktanya, rehabilitasi merupakan sebuah fase yang dinilai berat dari kacamata para penyalah guna narkoba.

Dengan rehabilitasi, mereka dituntut disiplin yang lebih tinggi, dan pola hidup yang lebih teratur sehingga jika dijalani dengan serius. Maka mereka bisa pulih. Sementara pemenjaraan tidaklah menyelesaikan masalah. Penyalahguna bisa naik kelas jadi pengedar bahkan bandar.

Demikian disampaikan Kepala BNN, DR. Anang Iskandar di sela-sela kegiatan seminar nasional tentang dekriminalisasi penyalahguna narkotika (reorientasi kebijakan pemidanaan bagi penyalahguna narkotika), di Universitas Merdeka Malang, beberapa waktu yang lalu.

Terkait kebijakan rehabilitasi, satu kendala yang masih dihadapi adalah masih minimnya infrastruktur yang ada. Karena itulah, Kepala BNN mendorong para pemimpin daerah untuk bisa menyediakan pusat rehabilitasi di daerahnya masing-masing.

Sementara itu, Kepala BNN juga mengungkapkan tentang reorientasi penanggulangan narkoba dalam aspek penegakkan hukum terhadap penjahat narkoba. “Terhadap penjahat narkoba, bukan hanya ancaman hukuman penjara, tapi juga aset mereka dirampas untuk negara,” imbuh Kepala BNN. (Yud/Humas BNN)

Jumat, 19 September 2014

Peran Perempuan Dalam Rehabilitasi Harus Ideal

Jakarta, Metropol - Kaum perempuan memiliki peranan yang sangat penting dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah, termasuk gerakan Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN). Antusiasme kaum perempuan jelas terlihat dari banyaknya tokoh atau organisasi yang giat melakukan berbagai aksi baik itu  dalam ranah pencegahan maupun rehabillitasi. 

Menanggapi hal ini, Ibu Gufron, istri dari Wamenkes RI, menyebut kaum wanita memang bisa berperan banyak dalam konteks P4GN. Namun satu hal penting yang harus jadi catatan adalah, kaum perempuan semestinya memahami dengan jelas tentang batasan mana yang bisa dilakukan dan mana yang tidak.

"Artinya tidak ada tumpang tindih tugas dan fungsi masing-masing. Jika kegiatan sosialisasi berupa penyuluhan atau kegiatan serupa, maka siapapun bisa melakukannya. Tapi jika terkait dengan rehabilitasi, maka biarkanlah orang yang betul-betul paham tentang rehabilitasi sebagai pelaksananya," imbuh Ibu Gufron, saat memberikan pandangannya dalam sebuah diskusi panel tentang peranan perempuan dalam percepatan implementasi rehabilitasi pengguna narkoba di Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kamis (11/9). 

Senada dengan pendapat tersebut, Ratna Djoko Suyanto juga mengungkapkan, kaum perempuan bisa berperan dari hal-hal yang sederhana. “Turun langsung ke masyarakat dan memberikan pemahaman bahwa penanganan pengguna narkoba dengan cara rehabilitasi itu sudah menjadi sebuah kontribusi yang besar,” tandas Ratna. 

"Lebih baik melakukan hal-hal kecil yang nyata, daripada merancang hal besar tapi tidak pernah terlaksana," pungkas Ratna. 

Ketahanan Keluarga, Kunci Penting Atasi Masalah Narkoba

Dampak penyalahgunaan narkoba dalam sebuah keluarga sangat besar untuk tatanan kehidupan yang lebih luas. Misalkan seorang anak yang terkena narkoba dan dibiarkan, maka pola komunikasi antara sesama anggota keluarga akan rusak, dan berimbas di tengah masyarakat, sehingga ketahanan sosial pun semakin rentan. Tentu hal ini harus jadi perhatian semua pihak, bahwa kunci utama menangkal narkoba adalah menguatkan ketahanan keluarga. Demikian disampaikan Linda Gumelar, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, saat menjadi salah satu pembicara dalam kegiatan diskusi panel mengenai peran perempuan dalam percepatan implementasi rehabilitasi pengguna narkoba, di kantor Kemeneg  PP dan PA, Kamis (11/9).

Linda juga menambahkan, seorang anggota keluarga yang sudah terlanjur terkena narkoba seharusnya dirangkul bukan dijauhi. 

"Mereka harus dirangkul, dan diberikan pemahaman bahwa solusi yang ideal adalah rehabilitasi, karena jika tidak ditangani dengan proporsional mereka justru nantinya akan semakin terpuruk bahkan bisa meningkat jadi pengedar bahkan bandar," ujar Linda.

Ketika disinggung tentang peranan kaum perempuan dalam percepatan implementasi rehabilitasi, Linda optimis kaum perempuan memiliki potensi yang besar dalam mendukung hal tersebut. Menyambung hal tersebut, Ketua II SIKIB, Ratna Djoko Suyanto mengatakan, peranan kaum ibu dalam mendukung gerakan rehabilitasi sangat besar. 

"Jika dalam sebuah keluarga ada yang terkena narkoba, maka sang ibu haruslah berperan untuk menggiring anggota keluarganya ke IPWL agar dilakukan rehabilitasi," ujarnya.

Dalam konteks pencegahan, Ratna menghimbau agar sesama anggota keluarga saling melakukan pengawasan. Setelah itulah, baru pengawasan yang kuat dilakukan di level yang lebih besar yaitu masyarakat.

Karena itulah, kaum perempuan khususnya kaum ibu harus menjadi kaum yang berpengetahuan sehingga perlu untuk senantiasa diberdayakan dan ditingkatkan pemahamannya dalam masalah narkoba dari bagaimana cara mencegahnya hingga pada tataran  langkah-langkah wajib lapor ke IPWL dan juga prosedur tentang rehabilitasi.

Menanggapi pentingnya pemahaman kaum perempuan tentang masalah narkoba, Kepala BNN, DR Anang Iskandar setuju bahwa kaum perempuan khususnya kaum ibu harus mengerti betul tentang permasalahan adiksi. Satu hal yang perlu dipahami adalah jika ada anggota keluarga, katakanlah seorang anak terlanjur mengonsumsi narkoba, maka anak ini jangan dimusuhi atau dikucilkan dan disembunyikan. Anak yang terkena narkoba bukan aib, karena pada dasarnya mereka terkena zat adiksi yang membuat perilakunya berubah. 

"Sentuh dan rangkulah mereka, dan segera giring ke tempat rehabilitasi," himbau Anang.

"Ketika sang anak tersebut usai menjalani rehabilitasi, maka keluarga pun jangan cuek atau tak peduli, tetap harus ada pendampingan sehingga mereka bisa reintegrasi dengan baik di tengah masyarakat, dan tidak mengalami kekambuhan kembali," pungkas Kepala BNN.

Prihatin Banyak Perempuan Jadi Kurir 

Dalam kasus narkoba, kurir narkoba dari kalangan kaum perempuan persentasenya lebih tinggi dibandingkan kaum laki-laki. "Kaum perempuan yang terbujuk rayu kebanyakan berasal dari kalangan ibu-ibu muda dan remaja putri," ungkap Kepala BNN, DR Anang Iskandar.

Sementara itu, Linda Gumelar, Meneg PP dan PA mengatakan kaum perempuan penting untuk membangun ketahanan keluarga sehingga bisa terhindar dari penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba.

Untuk mencegah penyalahgunaan narkoba, kaum perempuan perlu untuk melakukan berbagai kegiatan dari hal-hal sederhana. 

"Kaum perempuan terutama kaum ibu harus proaktif untuk mencari informasi tentang narkoba, lalu menyampaikannya kembali pada orang lain di berbagai kesempatan," imbuh Linda. (Kamal)

22 Persen Pengguna Narkoba Kalangan Pelajar

Jakarta, Metropol - Badan Narkotika Nasional (BNN) menyatakan, sebanyak 22 persen pengguna narkoba di Indonesia dari kalangan pelajar dan mahasiswa.

Hasil survei BNN di tiap-tiap universitas dan sekolah pada 2011 itu ditaksir bisa lebih besar lagi saat ini, mengingat adanya tren peningkatan pengguna narkotika.

Kepala Bagian Humas BNN, Kombes (Pol) Sumirat Dwiyanto, menyampaikan, pelajar dan mahasiswa masih menjadi kelompok rentan pengguna narkoba. Lemahnya pengawasan orangtua, serta labilnya psikologi remaja membuat mereka mudah terjerumus menggunakan narkotika.

“Artinya dari empat juta orang di Indonesia yang menyalahgunakan narkoba, 22 persen di antaranya merupakan anak muda yang masih duduk di bangku sekolah dan universitas,” ujarnya.

Sumirat mengatakan, umumnya pengguna yang berada di kelompok 15–20 tahun menggunakan narkotika jenis ganja dan psikotropika seperti Sedatin (Pil BK), Rohypnol, Megadon.

Sejak 2010 sampai 2013 tercatat ada peningkatan jumlah pelajar dan mahasiswa yang menjadi tersangka kasus narkoba. Pada 2010 tercatat ada 531 tersangka narkotika, jumlah itu meningkat menjadi 605 pada 2011. Setahun kemudian, terdapat 695 tersangka narkotika, dan tercatat 1.121 tersangka pada 2013.

Kecenderungan yang sama juga terlihat pada data tersangka narkoba berstatus mahasiswa. Pada 2010, terdata ada 515  tersangka, dan terus naik menjadi 607 tersangka pada 2011. Setahun kemudian, tercatat 709 tersangka, dan 857 tersangka di tahun 2013. Sebagian besar pelajar dan mahasiswa yang terjerat UU Narkotika, merupakan konsumen atau pengguna.

Pada 2011 BNN juga melakukan survei nasional perkembangan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba pada kelompok pelajar dan mahasiswa. Dari penelitian di 16 provinsi di tanah air,  ditemukan 2,6 persen siswa SLTP sederajat pernah menggunakan narkoba, dan 4,7 persen siswa SMA terdata pernah memakai barang haram itu. Sementara untuk perguruan tinggi, ada 7,7 persen mahasiswa yang pernah mencoba narkoba.

Sumirat mengatakan, pihaknya menggandeng Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk memberantas peredaran narkotika di kalangan mahasiswa dan pelajar. "Kami juga menjalin kerja sama dengan 59 lebih kampus di Jakarta untuk menangkal peredaran dan penyalahgunaan  narkotika," ujarnya.

Menurutnya, naiknya angka pengguna narkotika di kalangan pelajar dan mahasiswa akibat minimnya keinginan melakukan rehabilitasi.Setiap tahun, baru ada sekitar 18 ribu pengguna yang mendaftarkan diri ke program rehabilitasi. Untuk kelompok pelajar sendiri, pada 2013 tercatat ada 456 pelajar dan 391 mahasiswa yang mengikuti program rehabilitasi dari BNN.

Sosiolog Universitas Indonesia (UI), Devi Rahmawati, menyebutkan, usia remaja dan mahasiswa rentan terpapar narkotika karena belum mencapai tingkat kematangan memadai. “Karena cenderung labil, kelompok pelajar dan mahasiswa kerap menjadi pasar empuk bagi pengedar,” ujarnya.

Meski termasuk golongan yang belum mandiri secara finansial, pelajar dinilai kerap melakukan tindakan nekat jika sudah masuk ke tahap pecandu berat. Hal itu membuat praktik penyalahgunaan narkotika di kalangan pelajar dan mahasiswa, kerap terkait dengan tindakan kriminal seperti pemalakan, penjambretan hingga pencurian.

Sementara itu, pengamat pedidikan, Andreas Tambah, menilai ada banyak faktor yang membuat pelajar rentan terkena narkotika. Selain psikologi remaja yang cenderung labil. Faktor lain yakni lemahnya kontrol dari pihak sekolah dan keluarga. Dari pengamatannya di lapangan, kerap ditemukan kasus penyalahgunaan narkoba yang bersumber dari kurang harmonisnya keluarga.

"Biasanya anak-anak dari keluarga yang cukup mampu tetapi komunikasinya kurang baik dengan orangtua. Jadi perkembangan anak sulit diawasi," ujarnya.

Menurutnya, keluarga jadi faktor kunci untuk mencegah penyalahgunaan narkoba di kalangan pelajar. Hal ini tidak bisa dianggap remeh. Apalagi pengedar biasa melakukan pendekatan yang lebih personal. Ia juga berharap ada peran serta pendidik yang memberikan penyuluhan tentang bahaya narkotika secara berkesinambungan.

Andres melihat tindak penyalahgunaan narkoba di kalangan pelajar merupakan fenomena berantai. Sehingga, jika seorang pelajar menjadi pencandu maka kemungkinan besar akan menyeret temannya. "Hal ini dimanfaatkan oleh sindikat pengedar, sebab meski daya belinya kurang baik. Tetapi dia tidak ingin terjerat sendiri, umumnya mengajak teman terdekatnya," tambah Andreas. (Deni M)

Senin, 08 September 2014

Reorientasi Penanganan Penyalah Guna Narkoba Sebuah Pilihan Humanis Untuk Masa Depan Bangsa

Jakarta, Metropol - Reorientasi penanganan pengguna narkoba telah memasuki fase yang kian progresif. Keseriusan para stake holder tergambar jelas dari mulai deklarasi komitmen moral berupa penyelamatan pengguna narkoba. Kemudian lahirnya komitmen yang lebih nyata yaitu Peraturan Bersama oleh Mahkamah Agung, Kementerian Hukum dan HAM, Kejaksaan Agung, Polri plus Kemenkes, Kemensos dan BNN, hingga peluncuran penanganan pengguna narkoba yang ideal melalui pilot project rehabilitasi di 16 kota. Ekspektasinya, langkah ini jadi pilihan manis yang humanis untuk investasi atau kado masa depan.

Sebagai bentuk konsepsi penanganan pengguna narkoba yang mengusung paradigma baru, melalui perber inilah penegak hukum diberikan pedoman yang lebih mumpuni untuk memilah mana penjahat narkoba yang pantas masuk ke dalam jeruji besi atau memilah mana penyalah guna yang seharusnya dipulihkan di pusat rehabilitasi. Hal selaras dengan roh UU No. 35/2009 tentang narkotika yang sudah mengatur dengan jelas. Penjahat dihukum keras dan penyalah guna dihukum dengan sentuhan yang humanis. 

Dengan paradigma baru inilah, penyalah guna narkoba yang tersangkut kasus narkoba akan ditangani dengan proporsional. Sesuai dengan amanah perber, para penyalah guna akan diasesmen oleh tim hukum dan tim medis. Sehingga dapat digali,apakah dia hanya penyalah guna murni, atau tersangkut dalam jaringan narkoba. Jika memang penyalah guna murni maka akan diukur tingkat keparahannya. Dengan hasil analisis inilah, ketika penyalah guna menjalani proses hukum, hakim memiliki pedoman yang kuat untuk mengenakan vonis rehabilitasi. 

Langkah ini tidak melanggar hukum positif. Karena pada dasarnya hukum positif di negeri ini menganut double track system pemidanaan, yaitu Penyalah Guna dan dalam keadaan ketergantungan dapat dihukum pidana dan dapat juga dihukum rehabilitasi. 

Pilot Project Pelaksanaan Rehabilitasi Diharapkan Inspirasional

Amanah perber, yaitu implementasi asesmen terpadu pada kasus penyalahgunaan idealnya harus dilakukan secara serempak dan massif. Namun untuk langkah awal, pelaksanaan rehabilitasi difokuskan pada 16 kota pilot project. 

Pilot project 16 kota, resmi diluncurkan pada Selasa (26/8),  di Kantor Kementerian Hukum dan HAM. Pemilihan pilot project ini didasarkan pada kesiapan infrastruktur atau pusat rehabilitasi yang tersedia di 16 kota tersebut. Dengan harapan, proses penanganan penyalah guna narkoba baik yang berasal dari kelompok penyalah guna narkoba yang terkait proses hukum. Maupun dari kelompok yang sukarela melaporkan ke Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) dapat tertangani dan mendapat akses rehabilitasi yang mudah. 

Pilot project ini akan diterapkan di 16 lokasi antara lain Kota Batam, Jakarta Timur Jakarta Selatan, Kabupaten Bogor, Kota Tangerang Selatan, Kota Semarang, Kota Surabaya, Kota Makasar, Kabupaten Maros, Kota Samarinda, Kota Balikpapan, Kota Padang, Kabupaten Sleman, Kota Pontianak, Kota Banjar Baru,  dan Kota Mataram. Dengan adanya pilot project ini diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi daerah lainnya tentang bagaimana penanganan penyalah guna narkoba secara proporsional dan professional. 
Semua konsep sudah tertuang dengan jelas. Kini hanya tinggal implementasi dari para penegak hukum. Apakah dapat mengambil pilihan yang lebih humanis atau tidak. Semua berpulang pada orientasi penegak hukum itu sendiri. Pilihan-pilihan yang lebih baik inilah yang pada faktanya akan jadi investasi untuk masa depan bangsa. (Deni M)

Kamis, 04 September 2014

Optimalisasi Ruang Publik Dalam Sosialisasi Bahaya Narkoba dan Pentingnya Rehabilitasi

Jakarta, Metropol - Penanggulangan narkoba membutuhkan sinergi lintas sektoral, agar hasilnya maksimal. Sebagai salah satu langkah nyata BNN dalam optimalisasi Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN), BNN menggandeng PT. Jasa Marga.
 
Dalam konteks prevensi, upaya nyata kedua instansi Jasa Marga akan dioptimalkan dalam bentuk pemanfaatan ruang publik yang berada di bawah kewenangan Jasa Marga, yaitu Jalan Tol untuk sosialisasi tentang masalah narkoba.
 
Sebagai bentuk komitmen kerja sama yang akan dibangun ke depan, BNN bersama dengan PT Jasa Marga melakukan penandatanganan nota kesepahaman, di Jakarta,  (25/8).
 
Kerja sama ini dioptimalkan terfokus dalam sosialisasi masalah bahaya narkoba dan pentingnya rehabilitasi. Jika dilihat dari segi potensinya, Jasa Marga tentu memiliki peluang untuk membantu sosialisasi bahaya penyalahgunaan narkoba dan pentingnya rehabilitasi terutama mengenai program Wajib Lapor bagi pecandu narkotika.
 
Jasa marga memiliki otoritas dalam pengelolaan jalan tol. Karena itulah, jalan tol dapat  dimanfaatkan sebagai salah satu wahana sosialisasi masalah narkoba. Termasuk isu pentingnya rehabilitasi dan wajib lapor.
 
Adapun ruang lingkup kerja sama yang dibangun antara kedua instansi lain, diseminasi informasi dan advokasi mengenai pencegahan dan penyalahgunaan Narkotika, pemanfaatan area jalan tol untuk sosialisasi bahaya Narkotika; sosialisasi wajib lapor bagi pecandu, penyalah guna, dan korban penyalahgunaan Narkotika dan pemberdayaan peran serta masyarakat dalam bidang P4GN.
 
Kepala BNN, DR Anang Iskandar, berharap melalui kerja sama ini, masyarakat semakin paham tentang permasalahan narkoba, sehingga semakin proaktif untuk mendukung gerakan rehabilitasi.
 
Sebagai  focal point BNN melakukan berbagai terobosan signifikan

Sebelumnya pada tanggal 21 Agustus 2014, Kepala BNN Anang Iskandar telah meresmikan penggunaan gedung BNNK Badung. Gedung yang berlokasi di Jl. Raya Abianbase, Kapal, Mengwi – Badung ini berdiri di atas lahan seluas ± 1000 M², dengan luas bangunan 500 M², terdiri dari bangunan utama 2 (dua) lantai.Penyediaan lahan untuk lokasi pembangunan gedung ini didukung oleh Pemerintah Kabupaten Badung melalui mekanisme pinjam pakai.

Berdasarkan hasil penelitian BNN dan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia (Puslitkes-UI) tahun 2011, prevalensi penyalahguna Narkoba di Provinsi Bali sekitar 1,8%. Dengan asumsi jumlah penduduk sebanyak ±2.706.300 orang, maka penyalahguna Narkoba di Bali diperkirakan mencapai 48.713 orang. Menyikapi kondisi ini maka tiap jajaran BNNK/Kota yang berada di bawah koordinasi BNNP Bali, dituntut untuk berupaya keras menciptakan langkah-langkah konkret dan terintegrasi dalam upaya pencegahan, pemberantasan, pemberdayaan masyarakat serta rehabilitasi, guna menekan laju peningkatan prevalensi penyalahgunaan Narkoba.

Selain itu terkait dengan Peraturan Bersama (Perber) tentang Penanganan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke Dalam Lembaga Rehabilitasi (telah ditandatangani oleh Ketua Mahkamah Agung, Menkumham, Jaksa Agung, Kapolri, Kepala BNN, Menkes dan Mensos) pada 11 Maret 2014 lalu, maka akan dilaksanakan launching 16 lokasi pilot project asesmen terpadu oleh Menkumham dan Kepala BNN pada tanggal 26 Agustus 2014 esok di Jakarta.

Peraturan Bersama merupakan mekanisme hukum dalam mengimplementasikan aturan tentang pelaksanaan rehabilitasi bagi penyalah guna Narkoba. Peraturan Bersama ditujukan untuk menjembatani proses hukum. Khususnya pada level penyidikan, guna menentukan apakah yang bersangkutan merupakan penyalahguna atau pengedar melalui proses asesmen, meliputi aspek medis dan hukum.  Asesmen medis bertujuan menentukan apakah yang bersangkutan terindikasi sebagai pengguna Narkotika. Berdasarkan kapasitas barang bukti dan motif penggunaan yang diajukan oleh penyidik. Sedangkan ases menhukum untuk menentukan apakah yang bersangkutan terindikasi sebagai pengedar atau bagian darijaringan sindikat peredaran gelap Narkoba.

Dengan diresmikannya gedung BNNKBadung ini diharapkan upaya P4GN di Kabupaten Badung dapat berjalan optimal dan mendukung secara penuh seluruh program yang telah dicanangkan oleh BNN dalam mewujudkan Indonesia Negeri Bebas Narkoba Tahun 2015.  (Deni M)

Selasa, 05 Agustus 2014

BNN Lantik Pejabat Baru

Jakarta, Metropol - Melantik tiga pejabat baru untuk tingkat eselon I dan II di lingkungan BNN, (14/7) di kantor BNN lantai 7.  Sesuai Keputusan Presiden RI Nomor : 88/M Tahun 2015, Drs. Aidil Chandra Salim, M.Com dilantik sebagai Deputi Bidang Hukum dan Kerjasama BNN dan Brigjen Pol. Drs. Taufik Nurhidayat, M.H. sebagai Inspektur Utama BNN. Selain itu juga Kombes Pol. Drs. Roeslan Nicholas dilantik sebagai Inspektur II Inspektorat Utama BNN, berdasarkan Keputusan Kepala BNN Nomor : KEP/357/VII/SU/KP.02.01/2014/BNN.

Sebelum acara pelantikan tersebut, Kepala BNN terlebih dahulu menyampaikan esensi etos budaya kerja pegawai BNN, dengan mengacu pada tiga aspek utama, yaitu servis, integritas dan profesional.

“Servis mengacu kepada pelayanan yang kita berikan bagi masyarakat dengan mengedepankan aspek kesopanan dan efektifitas yang tinggi. Sedangkan integritas menonjolkan nilai-nilai yang mesti ada dalam setiap individu pegawai, meliputi kejujuran, kesederhanaan, dan disiplin. Adapun aspek profesional menguji seseorang untuk senantiasa bertindak dan bekerja sesuai aturan. Walaupun seorang pegawai memiliki kecakapan dalam bekerja namun tidak patuh terhadap aturan maka profesionalismenya akan menjadi hancur,” ungkap Kepala BNN Anang Iskandar.

Ia juga mengingatkan kepada jajaran BNN agar mampu membangun nilai kepemimpinan. “Kepemimpinan individu dapat dibangun melalui keteladanan, mengutamakan team building, peningkatan kemampuan, dan berprestasi tiap hari sesuai dengan target yang ada,” sambung Jenderal bintang tiga ini.

Etos budaya memang penting untuk ditumbuhkembangkan oleh setiap personel BNN. Karena tantangan permasalahan narkoba ke depan kian kompleks. Dalam sambutannya, Kepala BNN Komjen Pol. DR. Anang Iskandar mengatakan, bahwa saat ini telah terjadi perubahan paradigma di dunia. Khususnya di kawasan Asia dan Eropa tentang penanganan bagi pecandu dan penyalahguna Narkoba.  Bila dahulu perlakuan bagi mereka adalah hukuman penjara, kini berubah karena saat ini mereka diarahkan untuk menjalani rehabilitasi. Hal ini juga dibuktikan dengan tema peringatan Hari Anti Narkoba Internasional (HANI) pada tahun ini, yang diperingati oleh masyarakat dunia setiap tanggal 26 Juni, yakni dengan mengangkat pesan “pengguna Narkoba dapat dicegah dan direhabilitasi”.

Paradigma ini tentunya akan berpengaruh terhadap orientasi pekerjaan di BNN itu sendiri.  Masyarakat harus diyakinkan bahwa pecandu dan penyalahguna Narkoba adalah orang yang sakit sehingga perlu dipulihkan. Anggapan sebagian besar masyarakat yang menganggap bahwa mereka harus dihukum dan dipenjara mesti diubah secara perlahan. Selain itu langkah berikut yang dapat dilakukan adalah berupaya untuk merubah cara berfikir para penegak hukum. Terhadap mereka perlu dilakukan reorientasi, agar turut mendukung upaya rehabilitasi bagi penyalahguna Narkoba. Oleh karenanya dengan dilantiknya ketiga pejabat pada hari ini diharapkan tugas tersebut menjadi lebih ringan.

Orientasi penanganan bagi pecandu dan penyalahguna Narkoba dengan paradigma ini telah dimulai di negara-negara Eropa sejak 10 tahun lalu. Antara lain di Luxemburg, Belanda, Portugal dan juga di Australia.  Menurut United Nations Office on Drug and Crime (UNODC) Regional Asia untuk di wilayah ASEAN saat ini program tersebut baru berjalan di Thailand dan Indonesia. Sebagai informasi. Aplikasi paradigma baru ini akan mulai dijalankan pada pertengahan bulan Agustus 2104 esok dengan pilot project di 16 kota di Indonesia. Kedepannya diharapkan melalui program ini dapat menurunkan tingkat prevalensi penyalahguna Narkoba di Indonesia. (Deni M/Humas BNN)

Kepala BNN Lantik Lima Pejabat

Jakarta, Metropol - Dalam roda organisasi Badan Narkotika Nasional (BNN), mutasi jabatan merupakan hal yang lumrah, dan menjadi bagian dari dinamika organisasi dalam rangka menghadapi tantangan tugas ke depan yang terus berkembang. Pada hari ini Kepala BNN, Anang Iskandar, melantik lima orang pejabat yang akan mengisi sejumlah posisi di lingkungan organisasi BNN.

Dalam sambutannya, Kepala BNN menjelaskan beberapa aspek yang menjadi tantangan kedepan yang harus mendapat perhatian bersama. Hal yang paling utama adalah merubah paradigma penegakan hukum menjadi pendekatan yang seimbang dengan pendekatan kesehatan. Sebagaimana diketahui, pengguna narkoba masih sering dianggap sebagai pelaku tindak kriminal, sampah masyarakat, dan berbagai stigma lainnya. Tantangannya adalah bagaimana merubah paradigma pecandu Narkoba sebagai korban penyalahgunaan Narkoba yang harus mendapat penanganan rehabilitasi.

Kepala BNN menambahkan, permasalahan lain yang harus dihadapi adalah belum optimalnya rehabilitasi terhadap pengguna dan pecandu narkoba. Mengingat potensi pelayanan rehabilitasi sangat lah besar. Indonesia memiliki 2.200 Rumah Sakit dan 11.000 Puskesmas yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Rumah Sakit dan Puskesmas yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan sebagai IPWL sebanyak 274 rumah sakit dan puskesmas. Namun secara aktual, hal ini belum berjalan dengan optimal dikarenakan sedikitnyajumlah pecandu yang mau secara sukarelamelaporkan diri dan menjalankan rehabilitasi narkoba. Ini disebabkan karena ketakutan masyarakat terhadap hukum pidana penjara yang biasa dijatuhkan kepada pecandu Narkoba.

Hal lain yang menjadi perhatian adalah standar Internasional pencegahan yang telah ditetapkan oleh UNODC. Ada ada 5 (lima) target grup yang perlu mendapat perhatian lebih untuk mendapatkan sosialisasi penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba, yaitu sektor keluarga, sektor komunitas, sektor tempat kerja, dan sektor kesehatan.

Dalam pelantikan tersebut, Kepala BNN juga memberi beberapa penekanan kepada para pejabat yang baru dilantik. Pertama adalah seorang pemimpin harus mampu mengenali berbagai permasalahan yang ada di lingkungan kerja yang baru dan dapat melakukan langkah-langkah strategis guna meningkatkan kinerja personel. Selain itu, perkuat kebersamaan internal dan lakukan koordinasi instansi terkait dan seluruh komponen masyarakat.

Pejabat yang dilantik :
1.    Darmawel Aswar, sebagai Direktur Hukum BNN
2.    Armensyah Thay, sebagai Kepala BNN Provinsi Aceh
3.    Ali Pranaka, sebagai Kepala BNNP Riau
4.    Dani Moch. Darmawan, sebagai Kepala BNNP Kalimantan Barat
5.    Supriyadi, sebagai Kasubdit Pengawasan Tahanan, Barang Bukti dan Aset. (Dely/HumasBNN)

Kelabui Petugas Sindikat Gunakan Modus Campur Narkoba

Jakarta, Metropol - Jaringan sindikat narkotika Malaysia-Iran menggunakan modus penyelundupan narkoba via paket yang didalamnya terdapat serbuk putih yang mengandung (bercampur) dengan sabu. Modus ini terungkap setelah petugas BNN mengamankan MST (WN Iran, 37), di luar kantor pos sesaat setelah menerima paket asal Iran yang berisi serbuk mengandung sabu seberat + 25.060,6 gram.  Kasus ini berhasil diungkap berkat kerja sama BNN, Bea Cukai dan Kantor Pos Besar Jakarta.

Berdasarkan hasil pemeriksaan dari tersangka MST, masalah  ekonomi menjadi alasan MST terjun dalam bisnis narkkoba. Pada Mei 2014 lalu, ia menerima tawaran pekerjaan sebagai kurir narkoba dari temannya bernama SHB (WN Iran yang pindah kewarganegaraan menjadi WN Inggris, 25). Pekerjaan yang harus dilakukan oleh MST adalah mengambil paket berisi serbuk mengandung sabu dari kantor pos lalu membawanya ke sebuah rumah yang akan dijadikan tempat penyimpanan sabu. Untuk pekerjaan seperti ini, MST ditawari upah yang cukup menggiurkan yaitu USD 20 ribu, atau sekitar Rp 200 juta.

Setelah setuju dengan bisnis ini, pada 17 Mei 2014, MST menghubungi rekannya bernama MJD (WN Iran, 44), untuk mencarikan rumah yang bisa dijadikan tempat penyimpanan sabu. MST menjanjikan imbalan sebesar   Rp 50 juta jika tugas tersebut berhasil dilakukan.

Pada tanggal 13 Juni 2014, paket berisi narkoba dari Iran telah tiba di Jakarta. Setelah mendapat kabar kedatangan paket tersebut, MST mengambil paket itu tiga hari kemudian pada tanggal 16 Juni 2014. Sesaat setelah MST mengambil paket tersebut. Tim BNN dengan sigap mengamankannya. Dari tangan MST, petugas menyita tiga dus paket berisi serbuk yang mengandung sabu seberat + 25.060,6 gram. Modus yang digunakan oleh sindikat ini adalah mencampurkan sabu dengan serbuk putih seperti tepung halus. Setelah itu mereka akan memisahkan sabu dan serbuk agar bisa diolah menjadi sabu murni.

Tim BNN selanjutnya melakukan penggeledahan di tempat tinggal MST di apartemen Kalibata City. Di TKP petugas juga menyita kertas lembaran putih berukuran 50x50 cm sebanyak 30 lembar yang diduga digunakan untuk alat bantu proses pemurnian serbuk putih. Tim BNN juga mengamankan WN Iran lainnya yaitu MJD yang sebelumnya ditugasi MST untuk mencari tempat penyimpanan sabu. MJD diamankan di loby Kalibata City, pada hari yang sama.

Menurut pengakuan MST, serbuk yang mengandung sabu ini belum sepenuhnya barang jadi karena perlu diolah lagi. Ia mengatakan, orang yang dapat “memasak” atau mengolah sabu secara utuh hanyalah  SHB yang berada di Iran. Pada akhirnya, melalui peran MST sebagai justice collaborator, SHB bisa dipengaruhi dan datang ke Indonesia, Selasa (24/6). Sesaat setelah keluar dari pintu gedung kedatangan Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, SHB ditangkap tim BNN.

Dari keterangan para tersangka, mereka berencana untuk menjual sabu hasil olahan itu pada anggota sindikat narkoba di Aceh. Atas perintah seorang pria  berinisial MHR yang berada di Malaysia. (Red) 

Oknum Petugas Kantor Pos Terlibat Jaringan Narkotika

Jakarta, Metropol - Badan Narkotika Nasional kembali melakukan pemusnahan barang bukti, hasil tindak pidana narkotika. Pemusnahan barang bukti ini merupakan yang ke 15 kalinya sepanjang tahun 2014. Barang bukti yang dimusnahkan berupa 1.895,6 gram sabu dan 880 butir ekstasi. Sebelumnya petugas menyisihkan 15 gram sabu dan 33 butir ekstasi guna pembuktian perkara di persidangan, uji laboratorium, Diklat dan Iptek. Seluruh barang bukti ini merupakan hasil dari pengungkapan kasus penyelundupan Narkoba yang dilakukan oleh oknum petugas Kantor Pos Makassar. Total barang bukti yang berhasil diamankan adalah 1.910,6 gram sabu dan 913 butir ekstasi.

Karir DI selama 26 tahun bekerja di Kantor Pos Makassar, harus berakhir karena keterlibatannya dalam jaringan sindikat Narkotika. Petugas BNN mengamankan DI di Kantor Pos Area X Jl. AP Petterani, Makassar, (6/6/2014). Karena kedapatan menerima sebuah paket kiriman dari Jakarta yang diketahui berisi narkotika.

Terungkapnya kasus tersebut berawal dari kecurigaan petugas Bandara Soekarno Hatta terhadap sebuah paket kiriman atas nama Hasanah yang ditujukan kepada DI di Kantor Pos Area X, Makassar. Hasil penangkapan awal diketahui paket Narkoba yang diterima  DI berisi 913 butir ekstasi. Pria yang bekerja di bagian Ritel dan Properti ini mengaku diperintah oleh He (DPO) di Jakarta untuk menerima paket kiriman tersebut. 

Dari pengakuannya, paket itu akan diserahkan kepada pria berinisial SY di sebuah minimarket di kawasan Veteran Utara, Makassar. Petugas kemudian mengamankan SY. Kepada petugas, pengangguran yang kerap berjudi sambung ayam ini, mengaku mendapat perintah dari tetangganya, C als B, yang kini buron.

Dari hasil pengembangan, diketahui DI akan kembali menerima paket kiriman Narkotika dari Jakarta. Petugas berhasil menemukan jejak pengiriman paket tersebut dengan nomor resi 13538830379 dan 13538830366. Setelah dilakukan pemeriksaan, pada paket tersebut ditemukan 20 bungkus plastik bening berisi Narkotika Golongan I jenis sabu Kristal seberat 1.910,6 gram.

Ini bukan pertama kali DI terlibat dalam aksi penyelundupan Narkotika. Tercatat DI telah menerima sekitar 8 paket serupa dengan total upah yang didapat sebesar ± Rp 23 juta. Merasa pekerjaan sampingannya ini tak membawa bencana. DI terus terlibat dalam aksi penyelundupan Narkoba hingga akhirnya petugas memboyongnya ke Kantor BNN Cawang, Jakarta Timur.

Atas perbuatannya DI dan SY terancam pasal 114 ayat (2) jo Pasal 132 ayat (1) dan pasal 112 ayat (2) Jo Pasal 132 ayat (1) Undang-undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman maksimal seumur hidup. Sementara C dan He, hingga kini masih dalam pengejaran petugas. (Deni/HumasBNN)